Oelamasi, MN – Wow, hanya berselang tiga hari setelah penetapan dan penahanan tersangka Kades Sahraen Obed Amtiran dalam kasus dugaan korupsi dana desa senilai 235 juta rupiah pada Jumat pekan lalu Kejaksaan Negeri Kupang kembali melakukan penahanan terhadap dua tersangka korupsi proyek sumur bor di Desa Oenuntono, Kecamatan Amabi Oefeto Timur, Kabupaten Kupang, NTT tahun anggaran 2019 senilai 1,2 miliyar rupiah. Kedua tersangka masing-masing, Anton Johanes selaku Kontraktor Pelaksana CV. Perkasa dan Umbu Tay Lakinggela sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) langsung ditahan setelah menjalani pemeriksaan intensif Penyidik Kejaksaan Negeri Kupang. Senin (27/10/2025) sore.
Usai melakukan penahanan kedua tersangka tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Kupang, Yupiter Selan, SH kepada awak media membenarkan, pihaknya masih terus melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dan tidak menutup kemungkinan ada penambahan tersangka lain dalam kasus ini termasuk di antaranya konsultan perencana.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan hari ini, kami masih mendalami apakah ada keterlibatan pihak lain, termasuk konsultan perencana. Bila ditemukan bukti cukup, maka akan segera kami tetapkan sebagai tersangka tambahan,” tegasnya
Proyek sumur bor ini ungkap dia, dibangun pada tahun 2019 dengan tujuan menyediakan air bersih bagi warga Desa Oenuntono. Namun, sejak awal pengerjaan hingga selesai, sumur ini tidak bisa memenuhi asas manfaat karena tidak ada air.
“Kami sudah beberapa kali menurunkan ahli geologi dan konsultan perencana ke lokasi. Hasilnya, tidak ada sumber air di titik lokasi. Potensi air di wilayah itu sangat rendah.Kami berusaha mencari alternatif teknis, tetapi tidak berhasil. Dari disitu kami mengetahui bahwa perencanaan proyek ini patut dipertanyakan”bebernya.
Dijelaskan, tidak hanya sebesar 1,2 miliyar rupiah, berdasarkan hasil perhitungan ahli, nilai kerugian keuangan negara kemungkinan akan bertambah.
Selain memeriksa kasus tahun 2019, Kejaksaan Negeri Kupang yang dipimpinnya juga sudah menelusuri proyek serupa di tahun 2023 dan 2024. Namun, dalam dua tahun terakhir, seluruh pihak pelaksana telah mengembalikan potensi kerugian negara secara penuh sebelum proses penyelidikan dimulai.
Perbuatan kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. (sam/MN)

















